“BANGUN NEGERI LEWAT LAYAR, MASA DEPAN PENERIMAAN NEGARA: DIMULAI DARI PONSELMU”


Di era serba digital ini, membangun negeri tidak lagi harus dengan tenaga, senjata, atau turun ke jalan. Kini, cukup lewat layar ponsel, kita bisa berkontribusi langsung dalam menjaga keberlanjutan pembangunan bangsa melalui kepatuhan pajak digital. Ya, masa depan penerimaan negara kini ada di genggamanmu. Transformasi digital di sektor perpajakan bukan lagi wacana, tapi kenyataan yang hidup dalam aktivitas kita sehari-hari. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan berbagai inovasi layanan digital seperti e-Filing, e-Billing, e-SPT, hingga integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP. Tujuannya bukan hanya efisiensi, tetapi juga menciptakan sistem perpajakan yang adil dan melibatkan semua lapisan masyarakat.

Menurutdata Kanwil DJP Jawa Timur III, hingga Mei 2025, sebanyak 94,07% wajib pajak melaporkan SPT Tahunan secara elektronik melalui e-Filing. Sementara itu,laporan Ortax menyebutkan bahwa per Mei 2023, lebih dari 96,33% SPT dilaporkan melalui saluran digital seperti e-Filing dan e-Form. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman menggunakan teknologi dalam memenuhi kewajiban perpajakan, bahkan banyak kalangan muda yang mulai menyadari pentingnya taat pajak dan mengajak komunitas mereka untuk ikut serta. Ini adalah sinyal positif bahwa generasi digital juga siap menjadi generasi kontributor pembangunan. Tak hanya memudahkan, digitalisasi juga memperkuat strategi penerimaan negara. Sistem yang terintegrasi memungkinkan DJP memetakan potensi pajak secara real-time, meningkatkan akurasi data, serta mempersempit ruang penghindaran pajak. Teknologi menjadi alat yang menjembatani antara pemerintah dan rakyat dalam satu semangat: membangun negeri bersama-sama.

Mengapa ini penting? Karena pajak adalah sumber utama keuangan negara. Menurut laporan GoodStats, pada tahun 2024 penerimaan pajak (termasuk pajak dalam negeri danbea cukai) menyumbang sekitar 82,4% dari total pendapatan negara, atau setara dengan Rp2.309,9 triliun dari target Rp2.802,3 triliun. Angka yang besar ini tidak akan tercapai tanpa dukungan Masyarakat, angka ini mencerminkan betapa bergantungnya negara pada partisipasi aktif masyarakat dalam membayar pajak untuk membiayai berbagai sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, pertahanan, subsidi, hingga infrastruktur publik. Tanpa pajak, roda pembangunan berhenti berputar. Namun, kita tidak bisa menutup mata dari tantangan. Tidak semua warga familiar dengan teknologi digital, sebagian masih merasa asing dengan sistem perpajakan online, terutama generasi yang tidak tumbuh dengan internet. Belum lagi soal kesenjangan akses internet, yang menjadi hambatan  dalam pemerataan literasi digital. Di daerah terpencil, koneksi internet masih menjadi barang mahal dan sulit dijangkau. Ini tentu menjadi salah satu tantangan ketika sistem perpajakan ditransformasikan secara digital. Tak hanya itu, kekhawatiran terhadap keamanan data pribadi juga menjadi isu yang tak bisa diabaikan. Ketika semua informasi keuangan dan identitas wajib pajak terintegrasi secara online, sebagian masyarakat mulai ragu apakah datanya aman? Apakah tidak disalahgunakan? Ketidakpercayaan ini, jika tidak ditangani dengan edukasi yang baik, bisa berubah menjadi penolakan terhadap sistem itu sendiri. Karena itu, tantangan terbesar bukan hanya pada infrastruktur teknologi, melainkan pada pembangunan kepercayaan dan literasi digital.

Langkah besar seperti integrasi NIK sebagai NPWP yang diberlakukan mulai 1 Juli 2024 berdasarkan PMK No. 112/PMK.03/2022, membutuhkan pendampingan dan edukasi yang intensif. Transformasi tidak bisa berjalan sendiri, ia perlu didorong oleh kepercayaan dan pemahaman masyarakat. Maka dari itu, pemerintah perlu lebih gencar mengadakan literasi pajak digital, bukan hanya di kota besar, tapi juga ke daerah-daerah. Sosialisasi bisa dilakukan lewat media sosial, kampus, sekolah, hingga komunitas masyarakat.  Tapi tentu bukan hanya tugas pemerintah, kita sebagai warga negara juga punya tanggung jawab untuk melek pajak. Melapor dan membayar pajak adalah bagian dari kontribusi nyata terhadap pembangunan. Tidak harus kaya raya dulu untuk bisa memberi, cukup dengan taat pajak, kita sudah ambil bagian dalam menjaga masa depan bangsa. Kini, membayar pajak bukan lagi soal antre di kantor pajak, membawa tumpukan berkas, atau mengisi formulir rumit. Semuanya bisa dilakukan dalam hitungan menit hanya dengan membuka aplikasi di ponsel. Ini adalah bentuk nyata bagaimana digitalisasi perpajakan memudahkan hidup kita, sekaligus memperkuat relasi antara negara dan rakyatnya. Digitalisasi perpajakan bukan sekadar inovasi administratif. Ini adalah bagian dari revolusi mental warga negara digital. Kita sedang menyaksikan bagaimana kemajuan teknologi mengubah cara kita berinteraksi dengan negara, dan jika semua elemen bangsa bisa memanfaatkannya dengan baik, maka masa depan penerimaan negara tidak hanya lebih kuat, tetapi juga lebih adil dan transparan. Oleh karena itu , mari kita ubah cara pandang bahwa pajak bukanlah beban, melainkan bentuk kontribusi. Dan sekarang, kontribusi itu semudah membuka aplikasi di ponsel kita. Bangun negeri bisa dimulai dari layar, dan masa depan penerimaan negara bisa kamu mulai dari genggamanmu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resum FEBTD Gelar Seminar melalui Green Supply Chain Management

My Holiday : Liburan Semester DiDesa Dengan Acara Karnaval